Kasus Transjakarta Menyerat Nama Gubernur DKI jakarta
JAKARTA - Kejaksaan
Agung (Kejagung) diminta untuk terus mengusut persoalan dugaan korupsi
pengadaan Bus TransJakarta. Termasuk melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang
yang mengerti permasalahan hukum tersebut.
"Kejaksaan Agung harus mememanggil semua pihak yang mengetahui kasus tersebut," ujar Anggota Komisi III DPR Ahmad Yani saat ditemui wartawan di Rumah Polonia, Jakarta Timur, Jumat (30/5/2014).
Bahkan, Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini pun menilai Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) layak untuk dipanggil dan dimintai keterangan oleh Kejagung.
Sejauh ini Kejagung belum berencana melakukan pemanggilan terhadap Jokowi untuk meminta keterangan dugaan korupsi pengadaan Bus Transjakarta dari China. Sementara tersangka Udar Pristono merasa dirinya telah dikorbankan oleh Jokowi.
Karena menurutnya, pengadaan Bus Transjakarta merupakan program Pemprov DKI Jakarta yang masuk tahun anggaran 2013 atas perintah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dan Wakilnya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Jokowi telah menyatakan siap diperiksa Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait pengadaan bus Transjakarta berkarat. Kuasa Hukum Jokowi, Todung Mulya Lubis menegaskan, Jokowi mndukung langkah Kejagung untuk mengungkap skandal dalam pengadaan Bus Transjakarta.
"Gubernur siap diperiksa Kejagung karena Jokowi merupakan warga negara yang mematuhi hukum," ujar Todung Mulya Lubis di Posko Pemenangan Jokowi 4 Presiden (JW4P) di Menteng, Jakarta, Kamis 22 Mei 2014.
Wakil
Jaksa Agung Andhi Nirwanto mengaku pihaknya telah mengklarifikasi tentang
keberadaan surat tersebut yang beredar luas di publik.
"Pak Jaksa Agung sudah mengklarifikasinya kemarin. Surat itu tidak ada. Rasanya kami juga belum pernah memanggil Pak Jokowi," ujar Andhi ketika dikonfirmasi di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (30/5/2014).
Hal ini disampaikan Andhi terkait beredarnya surat penangguhan pemeriksaan Gubernur DKI Jakarta yang biasa disapa Jokowi itu ke Kejagung.
Dalam surat yang beredar luas itu berisi mengenai jawaban dari Jokowi atas panggilan yang dilayangkan oleh pihak Kejagung per tanggal 12 Mei 2014 dengan nomor surat B-964/F.2/Fd1/05/2014 Pidsus 5B, yang ditandatangai Direktur Penyidikan selaku penyidik.
Namun ketika dikonfirmasi lebih lanjut apakah pihaknya berencana memanggil Jokowi, Andhi tidak menjelaskan secara pasti. "Tunggu saatnya, penyidikan masih berjalan terus. Kita akan sisir satu persatu," tandasnya.
"Pak Jaksa Agung sudah mengklarifikasinya kemarin. Surat itu tidak ada. Rasanya kami juga belum pernah memanggil Pak Jokowi," ujar Andhi ketika dikonfirmasi di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (30/5/2014).
Hal ini disampaikan Andhi terkait beredarnya surat penangguhan pemeriksaan Gubernur DKI Jakarta yang biasa disapa Jokowi itu ke Kejagung.
Dalam surat yang beredar luas itu berisi mengenai jawaban dari Jokowi atas panggilan yang dilayangkan oleh pihak Kejagung per tanggal 12 Mei 2014 dengan nomor surat B-964/F.2/Fd1/05/2014 Pidsus 5B, yang ditandatangai Direktur Penyidikan selaku penyidik.
Namun ketika dikonfirmasi lebih lanjut apakah pihaknya berencana memanggil Jokowi, Andhi tidak menjelaskan secara pasti. "Tunggu saatnya, penyidikan masih berjalan terus. Kita akan sisir satu persatu," tandasnya.
Gerakan
kader HMI se-Jakarta menuntut Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mundur
dari jabatannya, terkait pengakuan mantan Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub)
DKI Jakarta, Udar Pristono terkait kasus korupsi pengadaan bus Transjakarta.
"Kami minta Jokowi segera mundur dari jabatan Gubernur DKI Jakarta, agar memermudah proses penyidikan," kata koordinator aksi Fahriz Badar dalam rilis yang diterima Sindonews, Rabu (28/5/2014).
Maka itu, Fahriz mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) segera menetapkan Jokowi sebagai tersangka dalam kasus korupsi tersebut. Sebab, kata dia, Jokowi sebagai penandatangan penetapan proyek itu, seperti Andi Malarangeng sebagai penanggung jawab proyek Hambalang.
"Kejaksaan Agung harus memertimbangkan keterangan Udar Pristono mengenai keterkaitannya dalam kasus korupsi Bus TransJakarta," ucapnya.
Maka dari itu, lanjutnya, capres dari PDIP itu diminta untuk menghentikan pencitraan kepada rakyat DKI Jakarta dan bertanggung jawab atas korupsi kasus Bus TransJakarta. "Kerugian negara sebesar Rp1,5 triliun, Jokowi harus bertanggung jawab," tukasnya.
Seperti diketahui, melalui kuasa hukumnya, Feldy Taha, Udar mengklaim punya bukti kuat yang bisa menyeret Jokowi ke Kejagung untuk diperiksa. Jadi, bagaimana Jokowi akan memimpin Indonesia, baru satu tahun menjadi Gubernur, sudah diduga terlibat korupsi.
Padahal, para fanatikusnya sudah menganggap Jokowi seperti 'nabi' yang maksum, tanpa cacat, kok doyan duit? "Saya dan tim sudah menemukan bukti yang bisa dapat menyeret Gubernur. Bukti itu dalam bentuk SK Gubernur mengenai pekerjaan penggunaan barang dan kuasa penggunaan anggaran," kata Feldy, Minggu 25 Mei 2014.
"Kami minta Jokowi segera mundur dari jabatan Gubernur DKI Jakarta, agar memermudah proses penyidikan," kata koordinator aksi Fahriz Badar dalam rilis yang diterima Sindonews, Rabu (28/5/2014).
Maka itu, Fahriz mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) segera menetapkan Jokowi sebagai tersangka dalam kasus korupsi tersebut. Sebab, kata dia, Jokowi sebagai penandatangan penetapan proyek itu, seperti Andi Malarangeng sebagai penanggung jawab proyek Hambalang.
"Kejaksaan Agung harus memertimbangkan keterangan Udar Pristono mengenai keterkaitannya dalam kasus korupsi Bus TransJakarta," ucapnya.
Maka dari itu, lanjutnya, capres dari PDIP itu diminta untuk menghentikan pencitraan kepada rakyat DKI Jakarta dan bertanggung jawab atas korupsi kasus Bus TransJakarta. "Kerugian negara sebesar Rp1,5 triliun, Jokowi harus bertanggung jawab," tukasnya.
Seperti diketahui, melalui kuasa hukumnya, Feldy Taha, Udar mengklaim punya bukti kuat yang bisa menyeret Jokowi ke Kejagung untuk diperiksa. Jadi, bagaimana Jokowi akan memimpin Indonesia, baru satu tahun menjadi Gubernur, sudah diduga terlibat korupsi.
Padahal, para fanatikusnya sudah menganggap Jokowi seperti 'nabi' yang maksum, tanpa cacat, kok doyan duit? "Saya dan tim sudah menemukan bukti yang bisa dapat menyeret Gubernur. Bukti itu dalam bentuk SK Gubernur mengenai pekerjaan penggunaan barang dan kuasa penggunaan anggaran," kata Feldy, Minggu 25 Mei 2014.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar